oleh : Irone syah STAIAN
1. Sekilas Sejarah Ilmu Pengetahuan Dalam IslamPada awal islam diturunkan ilmu pengetahuan belum begitu berkembang pesat, ilmu yang berkembang pada masa itu ialah ilmu tafsir, fikih, haadis dan ilmu-ilmu lain yamg berhubungan dengan keagamaan. Pada masa itu mereka lebih menfokuskan kegiatan kedalam hal-hal keaagamaan, seperti halnya shalat, puasa dan lain sebagaianya. Setelah wafatnya Rosululloh baru para sahabat berani melakukan pengkajian hal-hal yang dalam al-Qur`an dan hadis belum diterangkan atau lebih populer disebut dengan ijtihad. Diantara sahabat yang berani melakukan ijtihad adalah Ibnu Umar.
Perkembangan ilmu paling pesat dalam Islam terjadi ketika kaum muslimin bertemu dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju dari bangsa-bangsa yang mereka taklukkan. Perkembangan tersebut semakin jelas sejak permulaan kekuasaan Bani Abbas pada pertengahan abad ke-8. Pemindahan ibukota Damsyik (Damascus) yang terletak di lingkungan Arab ke Baghdad yang berada di lingkungan Persia yang telah memiliki budaya keilmuan yang tinggi dan sudah mengenal ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, menjadi alat picu semaraknya semangat keilmuan yang telah dimiliki oleh kaum muslimin.[1]
Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya beberapa lembaga non formal yang disebut Ma’ahid. Baru pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid didirikanlah lembaga pendidikan formal seperti Darul Hikmah yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al Makmun. Dari lembaga inilah banyak melahirkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan Daulah Abbasiyah dan umat islam pada umumnya. Masa ini dicatat oleh sejarah sebagai masa kaum muslimin menyerap khazanah ilmu dari luar tanpa puas-puasnya. Pada mulanya, suatu karya diterjemahkan dan dipelajari karena alasan praktis. Misalnya, ilmu kedokteran dipelajari untuk mengobati penyakit khalifah dan keluarganya; untuk mendapatkan kesempurnaan pelaksanaan ibadah, ilmu falak berkembang dalam menentukan waktu shalat secara akurat. Akan tetapi, motif awal dipelajarinya ilmu-ilmu tersebut ternyata pada perkembangan selanjutnya mengalami pertumbuhan sedemikian rupa, sehingga tidak lagi terbatas untuk keperluan-keperluan praktis dan ibadah tetapi juga untuk keperluan yang lebih luas, misalnya, untuk pengembangan ilmu itu sendiri. Dengan demikian, ilmu yang diserap itu ditambah dan dikembangkan lagi oleh kaum muslimin dengan hasil-hasil pemikiran dan penyelidikan mereka.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik Islam adalah: ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul fikih, ilmu tasawuf, yang biasa pula disebut sebagai bidang ilmu naqli, ilmu-ilmu yang bertolak dari nas-nas Al-Qur'an dan hadis. Adapun dalam bidang ilmu 'aqli atau ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan falak, ilmu hitung, dan lain-lain.
Pada masa ini dikenal banyak sekali pakar dari berbagai ilmu, baik orang Arab maupun muslim non-Arab. Sejarah juga mencatat, bahwa untuk pengembangan ilmu-ilmu tersebut para pakar muslim bekerja sama dengan pakar-pakar lainnya yang tidak beragama Islam. Muhammad bin Ibrahim al-Fazari dipandang sebagai astronom Islam pertama. Muhammad bin Musa al-Khuwarizmi (wafat 847M) adalah salah seorang pakar matematika yang mashyur. Ali bin Rabban at-Tabari dikenal sebagai dokter pertama dalam Islam, di samping Abubakar Muhammad ar-Razi (wafat 925M) sebagai seorang dokter besar. Jabir bin Hayyan (wafat 812M) adalah "bapak" ilmu kimia dan ahli matematika. Abu Ali al-Hasan bin Haisam (wafat 1039M) adalah nama besar di bidang ilmu optik. Ibnu Wazih al-Yakubi, Abu Ali Hasan al-Mas'udi (wafat 956M), dan Yakut bin Abdillah al-Hamawi adalah nama-nama tenar untuk bidang ilmu bumi (geografi) Islam dan Ibnu Khaldun untuk kajian bidang ilmu sejarah. Disamping nama-nama besar diatas, masih banyak lagi pakar-pakar ilmu lainnya yang sangat besar peranannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya pengaruh bidang keilmuan yang ditinggalkan kaum ilmuwan muslim pada abad-abad yang lampau tidak hanya tampak pada banyaknya nama-nama pakar muslim yang disebut dan ditulis dalam bahasa Eropa, tetapi juga pada pengakuan yang diberikan oleh dan dari berbagai kalangan ilmuwan. Zaman Kebangkitan atau Zaman Renaisans di Eropa, yang di zaman kita telah melahirkan ilmu pengetahuan yang canggih, tidak lahir tanpa andil yang sangat besar dari pemikiran dan khazanah ilmu dari ilmuwan muslim pada masa itu.
Bahkan karya-karya orang islam banyak sekali yang dibajak oleh bangsa barat, disamping nama-nama ulama` islam yang dibaratkan tidak sedikit oula karya orang islam yang diakui oleh bangsa barat seperti contoh :
1. Mesin terbang
Orang pertama yang mengemukakan ‘manusia dalam penerbangan’ adalah Roger Bacon, filsuf Inggris yang menggambar peralatan terbang pada abad XIII. Leonardo Da Vinci, seorang Italia. Kemudian mengonsep alat transportasi udara dan menggambar beberapa prototype ‘mesin terbang’. Padahal, Ibnu Firnas, seorang muslim Andalusia (spanyol) telah mendesain, mengkonstruksi, dan menguji mesin terbang pada tahun 800 M. Roger Bacon belajar dari karya Ibnu Firnas tentang desain pesawat terbang yang berbahasa arab. Bacon menggambar mesinnya 500 tahun sesudah wafatnya Ibnu Firnas, dan Da Vinci menggambar ‘heli bertenaga manusia’ 700 tahun kemudian.
2. Jam Hingga abad XIV, satu-satunya tipe jam adalah jam air. Barulah pada tahun 1335, di Milan, Italia ja m mekanik pertama diciptakan. Padahal, Beragam macam tipe jam dengan segala ukuran sudah diproduksi oleh insinyur-insinyur muslim Spanyol. Orang Italia belajar dari terjemahan bahasa latin atas manuskrip2 Arab tentang mekanika dan gravitasi.
3. Kompas
Kompas ditemukan oleh orang Cina dan mereka sudah menggunakannya 1000 1100. referensi penggunannya dalam navigasi ditulis oleh Alexander Neckam (1157-1217). Padahal, Gustav Le Bon sendiri mengakui bahwa jarum magnet dan kompas ditemukan oleh orang muslim dan Orang Cina hanya sedikit berhubungan dengan hal ini. Para pelaut Eropa pun masih menggunakan navigator muslim dalam aneka penjelajahan di abad selanjutnya. Neckam, seperti halnya Orang Cina, kemungkinan besar belajar dari interaksi dan litelatur navigasi Islam.[2]
Orang pertama yang mengemukakan ‘manusia dalam penerbangan’ adalah Roger Bacon, filsuf Inggris yang menggambar peralatan terbang pada abad XIII. Leonardo Da Vinci, seorang Italia. Kemudian mengonsep alat transportasi udara dan menggambar beberapa prototype ‘mesin terbang’. Padahal, Ibnu Firnas, seorang muslim Andalusia (spanyol) telah mendesain, mengkonstruksi, dan menguji mesin terbang pada tahun 800 M. Roger Bacon belajar dari karya Ibnu Firnas tentang desain pesawat terbang yang berbahasa arab. Bacon menggambar mesinnya 500 tahun sesudah wafatnya Ibnu Firnas, dan Da Vinci menggambar ‘heli bertenaga manusia’ 700 tahun kemudian.
2. Jam Hingga abad XIV, satu-satunya tipe jam adalah jam air. Barulah pada tahun 1335, di Milan, Italia ja m mekanik pertama diciptakan. Padahal, Beragam macam tipe jam dengan segala ukuran sudah diproduksi oleh insinyur-insinyur muslim Spanyol. Orang Italia belajar dari terjemahan bahasa latin atas manuskrip2 Arab tentang mekanika dan gravitasi.
3. Kompas
Kompas ditemukan oleh orang Cina dan mereka sudah menggunakannya 1000 1100. referensi penggunannya dalam navigasi ditulis oleh Alexander Neckam (1157-1217). Padahal, Gustav Le Bon sendiri mengakui bahwa jarum magnet dan kompas ditemukan oleh orang muslim dan Orang Cina hanya sedikit berhubungan dengan hal ini. Para pelaut Eropa pun masih menggunakan navigator muslim dalam aneka penjelajahan di abad selanjutnya. Neckam, seperti halnya Orang Cina, kemungkinan besar belajar dari interaksi dan litelatur navigasi Islam.[2]
Ini hanya beberapa contoh saja, masih banyak karya-karya yang lain yang juga diakui penemuannya oleh bangsa barat. Jika kita menengok sejarah memang sangat masuk akal sekali, bahwa zaman kegemilangan barat baru dimulai ketika islam mengalami kemunduran. rujukan : -Qardhawi, Yusuf. Sistem Masyarakat Isl
Secara garis besar misi utama agama islam adalah memberi petunjuk (hudan) kepada manusia untuk kehidupan yang baik dan menghindari perbuatan yang jelek. Sering disebut bahwa misi utama Nabi Muhammad adalah menyempurnakan akhlak umat manusia, seperti hadis nabi yang artinya : sesunggunhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Ajaran tersebut meliputi hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan sekitar.[3] Pokok permasalahnnya adalah bukan pada ajaran keimanan dan ibadah, namun adalah pada hubungan horizontal dan lemahnya praktek dalam bidang etika sosial yang menyangkut pelanggaran hak asasi manusia, penindasan dan penyelewengan terhadap norma. Kebebasan yang tanpa batas akan menimbulkan kerusakan, seperti kebebasan dalam hal iptek, jika tidak diimbangi dengan imtak (iman dan takwa) maka akan terjadi kesenjangan.
Memang, perkembangan dan pemanfaatan sains yang luar biasa berkat kemajuan teknologi yang pesat tersebut, tiada lain merupakan bukti yang menunjukkan keagungan dan kekuasaan Allah SWT serta kebijaksanaan dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Selain itu, perkembangan ilmiah tersebut juga membuktikan bahwa Allah SWT adalah benar-benar Sang Pencipta yang telah menciptakan alam semesta ini. Perkembangan dan pemanfaatan sains juga membuktikan bahwa alam semesta tidaklah tercipta secara kebetulan, karena di dalamnya terdapat peraturan yang sangat teliti dan hukum yang sangat rapi untuk mengendalikan dan menjalankan alam semesta. Di samping itu dalam alam semesta terdapat sifat-sifat khas yang sudah disiapkan sedemikian rupa, sehingga dapat sesuai untuk segala benda dan makhluk yang ada di dalamnya. Semua ini menafikan kemungkinan bahwa alam semesta tercipta secara kebetulan, sebab suatu peristiwa kebetulan tidak akan mampu melahirkan peraturan yang teliti dan hukum yang rapi. Adanya peraturan dan hukum alam yang sangat akurat ini, tentu saja mengharuskan adanya Sang Pengatur dan Sang Pencipta yang Maha Berkuasa dan Maha Bijaksana. Allah SWT telah berfirman :
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al Qamar : 49)
Namun perlu pondasi keagamaan yang kuat untuk membatasi kebebasan berkarya tersebut, jika tidak akan menimbulkan dampak yang luar biasa. Perkembangan sains yang spektakuler tersebut kini telah sampai pada penemuan kloning tumbuhan dan hewan yang dianggap sebagai rintisan untuk kloning manusia. Hal ini telah banyak menyita perhatian banyak orang, sehingga menimbulkan tantangan untuk menjawabnya. Dan menjawab tantangan tersebut adalah suatu keharusan, sebab termasuk dalam aktivitas pengaturan urusan manusia dan pengawasan terhadap kondisi masyarakat. Di samping itu, masalah kloning memang telah bersentuhan langsung dengan kehidupan kaum muslimin.
Kemajuan ilmiah tersebut meskipun merupakan hasil eksperimen ilmiah dan sains itu sendiri bersifat universal dalam arti tidak secara khusus didasarkan pada pandangan hidup tertentu, akan tetapi penggunaan dan pengambilannya tetap didasarkan pada pandangan hidup tertentu. Dan mengingat penemuan-penemuan ilmiah tersebut muncul pertama kali di Dunia Barat, dengan sendirinya Dunia Barat mengambilnya dengan alasan adanya manfaat pada penemuan tersebut, sesuai dengan pandangan hidup mereka yang berdasarkan ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), serta pandangan bahwa manusialah yang berhak membuat aturan hidupnya sendiri (demokrasi). Pandangan terakhir ini muncul karena karena manusia dianggap sebagai pemilik kedaulatan, yang mempunyai kapasitas akal memadai untuk memahami berbagai kemaslahatan dan kemafsadatan serta berbagai kemanfaatan dan kemudlaratan.
Selain itu Dunia Barat telah menetapkan nilai materi yaitu nilai kemanfaatan sebagai tolok ukur mereka dalam kehidupan dan dijadikan sebagai satu-satunya nilai yang diakui di antara nilai-nilai yang ada. Mereka tidak memperhitungkan nilai-nilai lainnya, yakni nilai rohani (spiritual), nilai akhlaq (moral), dan nilai kemanusiaan. Kalau pun mereka beraktivitas untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut, hal tersebut semata-mata karena aktivitas itu akan mendatangkan manfaat. Jika aktivitas itu mereka anggap tidak menghasilkan manfaat, maka mereka tidak akan melakukannya dan bahkan tidak akan mempedulikannya sedikitpun.
Oleh karena itu, tatkala mereka mempergunakan suatu penemuan ilmiah, mereka tidak memperhitungkan aspek apapun kecuali bahwa penemuan itu akan dapat mendatangkan nilai materi, yaitu kemanfaatan. Mereka tidak mempertimbangkan lagi apakah penemuan itu sesuai atau tidak dengan nilai nilai rohani, akhlak, dan kemanusiaan, sebab nilai-nilai ini memang bukan tolok ukur perbuatan mereka, dan tidak mendapat cukup pengakuan dari mereka. Tolok ukur satu-satunya adalah nilai materi yang nampak dalam aspek kemanfaatan.
Pandangan hidup Barat inilah yang telah menimbulkan berbagai krisis dunia yang sangat parah. Perang Dunia I dan II hanyalah salah satu akibatnya, sebab kedua perang tersebut memang sengaja dikobarkan untuk memaksakan hegemoni mereka dan melancarkan penjajahan sebagai langkah agar mereka dapat meraih berbagai kemanfaatan, menjajah bansa lain, dan merampok sumber daya alamnya.
Setelah mereka mengadopsi pandangan hidup mengenai kemanfaatan tersebut dan juga ide kebebasan termasuk kebebasan individu meluaslah keliaran seksual sehingga masyarakat Dunia Barat menjadi bagaikan sekawanan binatang. Perzinaan, pergaulan bebas di luar nikah, dan berbagai penyimpangan seksual telah menjadi tradisi yang lumrah dan ditolerir oleh undang-undang. Hal ini mengakibatkan tingginya tingkat kelahiran anak zina dan kelahiran ilegal lainnya. Menurut data yang telah dipublikasikan beberapa kali oleh media massa Barat, prosentasenya telah mencapai lebih dari 45 % kelahiran.[4] Ini berarti, hampir setengah anak-anak di Dunia Barat adalah anak-anak zina, termasuk mereka yang kini tengah memegang kendali kekuasaan, kepemimpinan, dan kebijakan.
Dengan demikian, punahlah sudah nilai-nilai rohani, akhlaq, dan kemanusiaan di masyarakat Barat. Institusi keluarga porak poranda, kehormatan dan harga diri hancur, dan tak ada lagi apa yang dinamakan kemuliaan. Karena kondisinya sudah seperti ini, dan juga karena banyaknya kelahiran anak zina dan pergaulan bebas di luar nikah, maka abortus lalu dibolehkan oleh undang-undang di banyak negara Barat. Ketentuan ini telah memberikan peluang kepada sementara wanita untuk menggugurkan kandungannya, terutama yang dihasilkan dari hubungan ilegal.
Dan negara-negara Barat tersebut di bawah pimpinan Amerika Serikat telah menjajakan abortus kepada masyarakat Dunia Islam (di samping menjajakan ide pengurangan kelahiran), sebagaimana yang telah terjadi dalam Konferensi Kependudukan di Kairo (1994) dan Konferensi Perempuan di Beijing (1995)[5]. Tujuannya adalah untuk mengubah masyarakat di Dunia Islam menjadi seperti masyarakat Barat, di samping untuk menghancurkan sisa-sisa nilai dan akhlaq Islam, memporak porandakan institusi keluarga muslim, dan membudayakan keliaran seksual di Dunia Islam. Semua ini jelas akan memungkinkan Dunia Barat dengan Amerika Serikat sebagai gembongnya untuk makin memantapkan pengaruhnya atas Dunia Islam dan untuk menanamkan segala persepsi, peradaban, dan pandangan hidup mereka dalam masyarakat Dunia Islam.
Sesungguhnya pandangan hidup Barat tersebut adalah pandangan hidup kufur yang sangat bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Ini dikarenakan pandangan hidup Islam telah mengharuskan manusia untuk melaksanakan seluruh perbuatannya dalam kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Pandangan hidup Islam juga mengharuskan manusia menstandarisasi seluruh perbuatannya dengan tolok ukur Islam, yaitu halal dan haram semata. Perbuatan halal adalah apa yang telah dibolehkan Allah dan perbuatan haram adalah apa yang telah dilarang-Nya. Dan hukum-hukum untuk halal dan haram diambil dari nash-nash syara’ yang termaktub dalam al-Qur`an dan as-Sunnah, dan dari sumber hukum lain yang telah ditunjukkan oleh al-Qur`an dan As-Sunnah, yaitu Qiyas dan Ijma’ Shahabat. Yang halal boleh diambil dan yang haram harus ditinggalkan, tanpa melihat lagi aspek kemaslahatan dan kemafsadatan serta aspek kemanfaatan dan kemudlaratan. Sebab yang menjadi pedoman adalah hukum Allah semata, karena Allah SWT saja yang berhak menjadi Musyarri’ (Pembuat Hukum), bukan manusia. Akal manusia tugasnya adalah memahami nash-nash syara’ yang ada, bukan membuat nash dan merekayasa hukum.
Sudah barang tentu ada batas, dimana kebebasan bertintak tidak selalu selalu terwujud, yaitu ketika sudah sampai batas yang menjadi wilayah kekuasan Allah. Dengan demikian konsep jabariyah yang terlalu pasrah dan tidak memberikan kebebasan bertindak kepada manusia, disisi lain mu`tazilah yang terlalu memberi kebebasan bertindak haruslah dikombinasikan. Sebab, jelas disana ada wilayah kebebasan sebagai konsekuensi tanggungjawab dan sekaligus wilayah ikhtiyar (usaha), namun ada juga wilayah diluar kemampuan manusia yang berarti juga wilayah tawakal.[6] Oleh sebab itu, kendatipun penemuan ilmiah bersifat universal dalam arti tidak secara khusus didasarkan pada pandangan hidup tertentu akan tetapi penggunaan produk- produk penemuan ilmiah wajib didasarkan pada hukum-hukum syara’. Maka apa saja yang dibolehkan syara’, berarti dapat diambil; dan apa saja yang diharamkannya, berarti harus ditinggalkan dan haram dimanfaatkan. Demikianlah seharusnya pandangan dan perlakuan kita terhadap segala produk sains.
Simpulan
Sudah barang tentu sebagai manusia kita mneghendaki perubahan, baik dalam ranah keilmuan maupun kesejahteraan. Dalam era moderen ini banyak sekali perkembangan yang terjadi khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi, tidak bisa dipungkiri lagi kehadirannya, karena kita pasti akan membutuhkan pengetahuan. Akibat dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang tanpa batas manusia akan lupa akan adanya etika, dan menyimpang dari norma. Sudah dijelaskan dimuka bahwa perkembangan iptek harus dibarengai dengan imtak jiaka tidak maka akan mengakibatkan kesenjangan. Maka dari itu peran agama islam sangatlah besar untuk membatasi, menyaring dan mengawasi perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak dianggap menyimpang apabila masih mengikuti norma dan tidak menyimpang dari syari`at islam. Manusia memilki wilayah mana yang boleh dijelajah dan mana yang tidak boleh untuk dijadiakan objek kajian ilmu pengetahuan (wilayah kekuasaan Tuhan).
Bukannya islam tidak menghendaki kemajuan dalam bidang iptek, namun islam mengharapkan agar ilmu pengetahuan bisa sejalan dengan ajran agama dan norma sosial. Islam adalah rahmatan lil `Alamin, semoga saja kita bisa menjadi para filosuf yang beriman, Amien.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id /sejarah+ilmu+pengetahuan+islam/NGBsite Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan islam. M. Najib 04-07-2005
http://www.google.co.id /Islam dan Fakta-fakta Ilmu Pengetahuan/ Sunday, July 15, 2007
A. Azizy, A. Qodry. 2003. Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial. Semarang : Rineka Ilmu
http://www.google.co.id /polemik islam/peran peradaban thd iptek/Budi Mulyana’s Weblog
[1] http://www.google.co.id /sejarah+ilmu+pengetahuan+islam/NGBsite Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan islam. M. Najib 04-07-2005
[2] http://www.google.co.id /Islam dan Fakta-fakta Ilmu Pengetahuan/ Sunday, July 15, 2007
[3] A. Qodry A. Azizy, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang : Rineka Ilmu, 2003), hal. 62
[4] http://www.google.co.id /polemik islam/peran peradaban thd iptek/Budi Mulyana’s Weblog
[5] Ibid
[6] A. Qodry A. Azizy, Op.Cit, hal. 96
No comments:
Post a Comment
Coment..