Saturday 12 February 2011

SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA

I.       PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Sejarah pertumbuhan koperasi di seluruh dunia disebabkan oleh tidak dapat dipecahkannya masalah kemiskinan atas dasar semangat individualisme. Koperasi lahir sebagai alat untuk memperbaiki kepincangan-kepincangan dan kelemahan-kelemahan dari perekonomian bentuk kapitalistis. Koperasi yang lahir pertama di Inggris berusaha mengatasi masalah keperluan konsumsi para anggotanya dengan cara kebersamaan yang dilandasi atas dasar prinsip-prinsip keadilan yang selanjutnya menelorkan prinsip-prinsip keadilan yang dikenal dengan Rochdale Principles.[1]
Dalam sejarah, diberbagai Negara telah mencoba untuk membangun system ekonomi koperasi ini menyusul Negara Inggris sebagai pendahulu, mulai dari Perancis, Jerman dan diikuti oleh Negara-negara lain. Tidak ketinggalan pula Indonesia mencoba memperbaiki ekonomi dengan mengembangkan system ekonomi koperasi di bumi Indonesia tercinta ini. Namun seperti yang kita lihat sekarang system ekonomi yang diterapkan belum cukup menangani kebobrokan ekonomi Indonesia. Maka dari itu kita perlu menelaah kembali sejarah perkembangan ekonomi Indonesia untuk sedikit menyadarkan bahwa sesungguhnya system ekonomi koperasi tidak kalah dengan system ekonomi yang lain dan bahkan lebih baik dari system-system yang ada di Indonesia saat ini.

  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah perkembangan koperasi Indonesia pada masa pra-kemerdekaan?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan koperasi Indonesia pada masa paska Kemerdekaan?

II.    SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA
A.    Pertumbuhan Koperasi Indonesia masa pra-kemerdekaan
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896, yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.[2]
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas masjid yang dipegangnya.[3] Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas masjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka took-toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
a.       memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan;
b.      dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya;
c.       memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan;
d.      penerangan tentang organisasi perusahaan;
e.       menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia.[4]
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat. Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jikalau masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat sebagai berikut :
a.       Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat maupun aturan aturannya;
b.      Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau persidangan diadakan
c.       Nama orang yang bertangguing jawab, kepengurusan dan anggotaanggotanya;
d.      Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang bersangkutan itu sekali-kali bukan pergerakan politik.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja lagi sebelum mendapat izin baru dari”Scuchokan”. Undang-undang ini pada hakekatnya bermaksud mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari segi kepolisian.[5] Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang-barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui “Kumiai”. Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.

B.     Pertumbuhan Koperasi Setelah Kemerdekaan
Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19 dalam suasana sebagai Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam “konstitusi”. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia bertindak aktif dalam pengembangan perkoperasian. Disamping menganjurkan berdirinya berbagai jenis koperasi Pemerintah RI berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuan tentang koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di berbagai tempat.
Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin pesat. Tetapi dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda terhadap Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 banyak merugikan terhadap gerakan koperasi. Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di muka Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program perekonomian. Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat Kabinet Wilopo antara lain mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a.       Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi perkembangan gerakan koperasi;
b.      Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi;
c.       Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan atas dasar koperasi.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan Kongres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative Alliance (ICA). Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober 1958.[6] Isinya lebih baik dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang yang pertama tentang perkoperasian yang disusun oleh Bangsa Indonesia sendiri dalam suasana kemerdekaan.








III. PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam rentetan sejarahnya, perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang surut. Hal ini karena dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan sang penguasa dalam mengatur roda perekonomian Indonesia. Perlu dipahami bersama perbedaan sikap Penguasa terhadap pengembangan perkoperasian atas dasar perkembangan sejarah pertumbuhannya di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Penguasa pada era Kolonial Belanda bersikap pasif;
b.      Penguasa pada era penjajahan Jepang bersikap aktif negatif, karena akibat kebijaksanaannya nama koperasi menjadi hancur (jelek);
c.       Penguasa pada era kemerdekaan bersikap aktif positif di mana Pemerintah Republik Indonesia memberikan dorongan kesempatan dan kemudahan bagi koperasi
Tidak bisa dipungkiri juga peran para ulama dalam pengembangan koperasi di Indonesia, terbukti dengan berdirinya Syirkatul Inan yang dirintis oleh KH. Hasym As’ary dan diikuti oleh tokoh2 islam yang lain.
Pada prinsipnya ekonomi koperasi mempunyai konsep dan landasan yang luar biasa bagusnya, adapun realita yang ada sekarang ini mengalami kemandulan itulah yang perlu ditinjau kembali, karena tidak mustahil koperasilah kelak yang akan mampu mengangkat keterpurukan ekonomi Indonesia. Hanya saja seberapa jauh dukungan pemerintah dalam peranan koperasi, kalau pemerintah lebih mendukung program kapitalis/neo-liberal ya wallahu a’lam.







DAFTAR PUSTAKA


Masngudi. 1990. Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian Pengembangan Koperasi Depkop

_____________1989. Peranan Koperasi Sebagai Lembaga Pengantar Keuangan. Yogyakarta

R a k a, I.G.Gde. 1983. Pengantar Pengetahuan Koperasi. Jakarta : Departemen Koperasi

R.M, Djojohadikoesoemo, Margono. 1940. Sepoeloeh Tahoen Koperasi, Batavia Centrum : Balai Poestaka

Team Universiitas Gajah Mada. 1984. Koperasi Sebuah Pengantar. Jakarta : Departemen Koperasi, dalam http/www.Google/sej-copindo.com, dikutip 16 Sept 2008, 16.00 WIB



[1] Team Universiitas Gajah Mada. Koperasi Sebuah Pengantar  (Jakarta : Departemen Koperasi, 1984), dalam http/www.Google/sej-copindo.com, dikutip 16 Sept 2008, 16.00 WIB
[2] Masngudi.. Peranan Koperasi Sebagai Lembaga Pengantar Keuangan, (Yogyakarta , 1989), hal. 1-2
[3] Djojohadikoesoemo, Margono R.M, Sepoeloeh Tahoen Koperasi, (Batavia Centrum : Balai Poestaka, 1940), hal. 9
[4] I.G.Gde R a k a, Pengantar Pengetahuan Koperasi, (Jakarta : Departemen Koperasi, 1983), hal. 42
[5] Team Universiitas Gajah Mada. Koperasi Sebuah Pengantar  (Jakarta : Departemen Koperasi, 1984), dalam http/www.Google/sej-copindo.com, dikutip 16 Sept 2008, 16.00 WIB
[6] Masngudi, Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia, (Jakarta : Badan Penelitian Pengembangan Koperasi Depkop, 1990), hal. 12

No comments:

Post a Comment

Coment..