Saturday, 29 January 2011

PENYEBARAN DOKTRIN MADZHAB


I.       PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui tradisi bermadzhab dikalangan masyarakat kita sudah tidak asing lagi bagi kita. Sebagian ada yang menganut salah satu dari madzhab empat bahkan ada yang bermadzhab selain madzhab empat, seperti madzhab Dhahiriyah, Al-Auza’i dan lain sebagainya.  Ajaran –Doktrin- madzhab tidak begitu sampai kepada kita namun melalui beberapa proses yang dilakukan oleh para pengikutnya. Dalam makalah ini akan kita paparkan tentang penyebaran madzhab dan hal-hal yang berhubungan dengannya.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengaruh Fanatisme Madzhab Terhadap penyebaran Madzhabnya?
2.      Seperti apa karakteristik para Imam Madzhab?


II.    PENYEBARAN DOKTRIN MADZHAB
1.      Pengaruh Fanatisme Madzhab Terhadap penyebaran Madzhabnya.
Asad Haydar menyebut tahun 645 Hijrah sebagai tahun ditetapkannya empat mazhab sebagai madzhab yang diakui khilafah Islam waktu itu. Para ulama dari keempat madzhab diundang ke istana. Walau begitu, gejala fanatisme madzhab dapat dilacak sejak abad IV Hijrah. Kekuasaan sangat berperan dalam menyuburkan fanatisme madzhab.
Untuk mempertahankan keunggulan madzhabnya, para pengikutnya meriwayatkan mitos di sekitar para imam madzhabnya. Kadang-kadang riwayat-riwayatnya dinisbahkan pada Nabi Muhammad saw. Konon Nabi Muhammad saw pernah berkata: “Semua nabi bangga denganku dan aku bangga dengan Abu Hanifah. Siapa yang mencintai Abu Hanifah ia mencintaiku, siapa yang membenci Abu Hanifah ia membenciku. Diriwayatkan oleh para pengikut Maliki bahwa pada paham Imam Malik sudah tertulis Malik Hujatullah di bumi. Tentang Imam Syafi’i, katanya, Rasul Allah saw bersabda: “Ya Allah berilah petunjuk pada suku Quraisy, karena seorang alimnya akan memenuhi seluruh bumi dengan ilmunya.” Orang alim itu adalah Imam Syafi’i. Mengenai Imam Ahmad bin Hanbal Abdullah al-Sajastany berkata: “Aku pernah melihat Rasul Allah saw dalam mimpi. Aku bertanya: “Ya Rasul Allah, siapakah yang engkau tinggalkan, yang patut kami ikuti di zaman kami?” Rasul Allah saw menjawab: “Aku tinggalkan bagimu Ahmad bin Hanbal.” [1]
Dengan berbagai keutamaannya itulah, pengikutnya mensakralkan fatwa para mujtahid. Fatwa mujtahid lebih didulukan dari ayat al-Qur’an dan al-Sunnah. Al-Fakhr al-Razy menceritakan pengalamannya ketika ia menafsirkan: afala yatadabbarun al-Qur’an. Aku pernah menyaksikan sekelompok faqih yang taklid, memandangku dengan heran bila aku bacakan ayat-ayat al-Qur’an tentang beberapa masalah yang bertentangan dengan madzhab mereka. Mereka tidak mau menerimanya bahkan tidak mau menelitinya. Mereka heran bagaimana mungkin mengamalkan zhahirnya ayat-ayat itu, padahal ulama dari madzhab mereka terdahulu tidak pernah mengamalkannya.
Disamping Fanatisme madzhab menjadikan faktor menyebarnya ajaran bermadzhab namun juga menuai dampak yang negatif diantaranya menghambat pemikiran, menghancurkan otak-otak cemerlang, dan juga menimbulkan perpecahan di kalangan kaum Muslim. Dalam sejarah, telah terjadi beberapa kali, mereka saling mengkafirkan yang kemudian memuncak pada peperangan antar sesama Muslim. Sebagai contoh adalah peristiwa yang terjadi di Baghdad, 469 Hijrah.[2]
Jika kita melihat dari sini maka seakan-akan bermadzhab itu wajib. Walaupun sebagian ulama ada yang mewjibkan konsiten pada satu madzhab namun pendapat ini diindikasikan karena terjangkit penyakit fanatisme. Imam Ahmad bin Hambal sebagai pendiri Madzhab Hambali pernah berpesan pada muridnya “Wahai murid-muridku janganlah engkau memaksa orang-orang untuk ikut kepada madzhabmu, biarkan mereka mengikuti pendapat-pendapat yang lain, agar tidak merasa sempit dalam hidupnya”.[3] Demikianlah keumuman sikap setiap kelompok terhadap madzhab imam dan gurunya masing-masing, padahal para imamnya tidak mengharuskan untuk konsisten terhadap pendapatnya. Dari sinilah doktrin madzhab terus diajarkan kapada penganutnya, dan para pendukung madzhab terus mencari dan mengajak orang-orang untuk mengikuti jalan mereka, baik dengan ajakan maupun melalui kitab-kitab yang mereka karang.

2.      Karakteristik  Madzhab dan dasar-dasar Istimbath hukum para Imamnya
1.      Madzhab  Hanafi
Madzhab ini dikenal dengan madzhab yang dalam istimbath hukumnya selalu mengikut andilkan rasio –akal­-  tidak terlalu mengikuti dhahir teks. hal ini mengikuti jejak pendirinya yaitu Imam Hanafi, ia adalah orang yang terkenal kecerdasan akalnya hingga ia dijuluki ulama’ ahli ra’yu.
Namun tidak serta merta madzhab ini hanya mengutamakan akal saja dalam istimbath hukumnya, karena Imam Hanafi sendiri ernah berkata “ Jauhilah olehmu memperkatakan urusan agama Allah menurut pendapat sendiri, tidak menurut hadi-hadis Nabi”.[4] ini berarti bahwa Imam Hanafi tidak semata-mata menggunakan pendapatnya sendiri, namun tetap berdasarkn al-Qur’an dan hadis.
 Sebagai dasar beliau dalam istimbat hukumnya adalah ; Al-Kitab, As-sunah, Aqwalush Shahabah, Al-Qiyas, Alihtisan dan Urf.[5] Dilihat dari landasan fatwa beliau telah jelasa bahwa Imam Hanafi tidak semata-mata menentukan suatu hukum dengan akalnya saja.

2.      Madzhab Maliki
Malik, seperti halnya Abu Hanifah, dengan berbagai perangkatnya telah berhasil menyuguhkan konsepsi hukum yang agung, namun mereka berdua tidak sempat mengarang kitab khusus yang menyuguhkan metodologi istinbath. Tidak seperti al-Syafi’i yang dengan al-Risalah-nya dapat memberikan gambaran teoritis kerja ijtihadnya secara gamblang. Tanpa bisa dihindari, kerja penggalian ini akhirnya mengakibatkan perbedaan internal antara para pengikut Malikiyyah dalam memahami metodologi Malik bin Anas. Al-Qadhi ‘Iyadh mencatat secara hirarkis bahwa istinbath Malik berdasarkan al-Qur`an, Sunnah, ‘amal ahl al-madinah, dan qiyâs (analogi). Sementara al-Qarafi, dalam al-Tanqîh, menjelaskan dasar ijtihad Malik terdiri atas al-Qur`an, Sunnah, ijma’, ‘amal ahl al-madinah, qiyâs, qawl al-shahâby, mashâlih al-mursalah, al-‘urf, sad al-dzarâ`i’, al-istihâb, dan istihsân.[6]
Namun pada intinya bahwa Imam Malik dalam melakukan ijtihad sangat hati-hati sekali,beliau sangat memperhatikan hadis-hadis dari nabi bahkan dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Imam Malik hafal 100.000 hadis. Dan beliau juga menggunakan ‘amal ahl madinah sebagai dasar hukumnya.

3.      Madzhab Syafi’i
Madzhab ini dikenal dengan madzhab yang moderat mengikuti Imamnya yakni Muhammad bin Idris as-syafi’i, beliau pernah berguru dengan as-Syaibani yang bermadzhab Hanafi yang juga sebagai murid Imam Hanafi dan beliau juga pernah berguru kepada Imam Malik bin An-Nas pendiri madzhab Maliki. sudah barang tentu pendapat-pendapat Imam Syafi’i memadukan antara kedua gurunya, namun terkadang juga ada sebagian pendapatnya yang tidak terlalu moderat.
Sumber hukum Syari’at dalam madzhab syafi’i adalah ; Al-Qur’an, Hadis atau sunah nabi, ijma’ (kesepakatan imam-imam mujtahid dalam satu masa), dan qiyas.[7]
4.      Madzhab Hambali
Madzhab ini didirikan oleh Imam Ahmad Ibnu Hambal beliau terkenal dalam kepiwiaiannya dalam bidang hadis. KArena kerajinan dan kemahirannya dalam ilmu hadis maka banyak ulama-ulama yang menggolongkannya ke dalam ulama ahli hadis. Bahkan Ibnu Jarir mengatakan bahwa Imam Hambali bukan ulama’ fikih demikian pula Ibn Kutaibah. Hal ini karena beliau tidak membukukan fikihnya dalam suatu kitab.
Walaupun Imam Hambali mendasarkan fikihnya kepada hadis namun beliau tidak baku dan kaku, tidak menjauhi kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karena itu Imam Hambali dalam bidang ibadah hanya berpegang kepada nash –al-Qur’an dan as-Sunah- sedangkan qiyas tidak berlaku dalam hal ibadah, demikian pula dalam masalah halal dan haram.[8]
Adapun landasan hukum Imam Hambali adalah ; Nash al_qur’an dan hadis, Pendapat sebagian sahabat, hadis mursal atau dha’if, dan qiyas.[9]

III. PENUTUP
1.      Kesimpulan
Setelah kita telaah makalah ini, dapat kita simpulkan bahwa penyebaran doktrin para imam madzhab salah satunya adalah peran dari sebuah fanatisme madzhab. Dalam menyebarkan madzhab yang dianutnya para pengikutnya berusaha untuk melebarkan sayapnya dan bahkan adapula yang menyebarkan mitos-mitos yang dinisbatkan kepada Nabi. Doktrin atau ajaran yang mereka sebarkan mempunyai karakteristik atau corak yang berbeda-beda, misalnya Imam Hanafi terkenal sebagai ahlu ra’yu, Imam Maliki terkenal dengan ahli hadis dan menggunakan ‘amal ahl madinah, imam syafi’i dengan pendapat-pendapatnya yang moderat dan Imam Hambali terkenal dengan ahli hadis.
DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Sirajuddin. 2006. Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’I. Jakarta : Pustaka Tarbiyah

Hasan, Ali. 1998. Perbandinagbn Madzhab. Jakarta : Rajawali Press

Forum Karya Ilmiah. 2006Kilas Balik Teoritis Fikih Islam. Kediri : PSA 2004 MHM PP. Lirboyo





[2] Ibid
[3] Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fikih Islam (Kediri : PSA 2004 MHM PP. Lirboyo, 2006), hal. 390
[4] Ali Hasan, Perbandinagbn Madzhab, (Jakarta : Rajawali Press, 1998), hal.186
[5] Ibid, hal. 188
[7] Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’I, (Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 2006), hal. 155
[8] Ali Hasan, Op.Cit, hal. 225  
[9] Ibid, hal. 230

No comments:

Post a Comment

Coment..